Notification

×

Iklan

Dr. Ermanto Fahamsyah S.H, M.H : Terkait Gagal Ginjal Akut, Hak Konsumen Indonesia Harus Tetap Dijaga dan Ditegakkan

Rabu, 07 Desember 2022 | 17:36 WIB Last Updated 2022-12-07T10:39:39Z

Beberapa waktu lalu muncul fakta hukum terkait dengan hukum perlindungan konsumen dan terus berkembang sampai dengan saat ini, yaitu fakta hukum terkait gagal ginjal akut (atipikal) pada anak.


Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 31 Oktober 2022 lalu, ditemukan sebanyak 304 kasus anak yang mengalami gagal ginjal akut, dengan jumlah kematian pada saat itu mencapai 159 anak. Meskipun obat sirup yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut telah ditarik dari peredaran, namun kasus ini masih terus bertambah. Pungkasnya


Selanjutnya, Berdasarkan perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), fakta hukum di atas dapat dikaitkan langsung dengan beberapa ketentuan dalam UUPK dimaksud, Pasal 4 huruf a menyatakan “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa”. Selanjutnya, pada Pasal 8 ayat 3 berbunyi “pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar”.


Ermanto mengatakan “dalam perspektif Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapat dikaitkan dengan Pasal 196 yang menyatakan bahwa “setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah”.


Sambungnya, Apabila para pihak, khususnya pelaku usaha, yang terbukti bersalah melanggar ketentuan-ketentuan di atas terkait produksi, peredaran dan perdagangan obat sirup yang mengakibatkan gagal ginjal akut seharusnya dilakukan penindakan hukum secara tegas. Ucapnya


Atas fakta hukum di atas, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI, Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan audit secara menyeluruh atas proses penerbitan izin edar obat dari mulai pra-register, register, pendistribusian, hingga penggunaan di masyarakat (post-market). 


Pemerintah juga perlu melakukan audit secara komprehensif dari hulu ke hilir dalam proses sediaan farmasi di Indonesia, termasuk dari industri bahan baku farmasi. Khusus BPOM harus melakukan pengawasan atas peredaran obat di Indonesia.


Oleh karenanya, Pemerintah dan BPOM khususnya apabila nyata-nyata terbukti lalai sehingga menyebabkan terjadinya fakta hukum di atas seharusnya juga harus bertanggung jawab. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya fakta hukum serupa pada kemudian hari. Mengingat Hak Konsumen Indonesia harus tetap dijaga dan ditegakkan sampai kapanpun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update